Gurindam Jiwa


Gurindam Jiwa


Kamis, 15 September 2011

PULAU BINTAN, GURINDAM 12

Jika hendak mengenal orang berbangsa
Lihatlah kepada budi dan bahasa 

Itulah kutipan dua baris pertama dari pasal kelima, dari Gurindam Yang Duabelas Pasal maha karya pujangga besar Melayu Raja Ali Haji dari Bintan. Tak dapat disangkal Gurindam Duabelas, begitu karya itu disebut di sekolah-sekolah di Indonesia, karya itu memenuhi syarat sebagai sebuah maha karya karena keindahan bunyi dan kedalaman isinya yang ditulis tahun 1846 masih dibaca dan terasa sangat kontekstual hingga kini. Gurindam Duabelas tidak hanya mencakup nasihat mengenai ketuhanan tetapi juga tentang keluarga dan hidup sehari-hari, etika pergaulan hingga etika kenegaraan, gurindam pasal yang kedua belas. Kalau kita sepakat bahwa bahasa adalah satu puncak budaya tertinggi manusia, bahasa Indonesia adalah persembahan terbaik budaya Melayu dalam khazanah budaya Indonesia yang tak terbantahkan.


Pulau Penyengat dan Mesjid Sultan Riau yang bersejarah di latar belakang.
Raja Ali Haji, meski menyandang gelar raja, sebenarnya bukanlah seorang Raja yang memerintah secara politik. Ia adalah cucu Raja Haji Fisabillah pahlawan nasional yang gagah berani dan oleh Belanda sangat disegani. Raja Haji Fisabillah, Yang Dipertuan Muda IV Kesultanan Riau – Lingga adalah keturunan Bugis. Sejak disepakatinya traktat Melayu Bugis di awal abad ke19, Jabatan Yang Dipertuan Muda diberikan kepada para bangsawan keturunan Bugis dengan gelar Raja. Jabatan Yang Dipertuan Agung dipegang oleh bangsawan keturunan Melayu dengan gelar Sultan. Namun dalam operasionalnya, Yang Dipertuan Mudalah yang menyelenggarakan pemerintahan sehari-hari termasuk sebagai panglima perang. Raja Haji Fisabilillah dihormati karena pengaruh kepemimpinannya dan keberhasilannya mengalahkan armada perang Belanda yang terdiri dari 13 kapal perang dan 1,594 awak pada tanggal 6 Januari 1784. Raja Haji berhasil menggagalkan usaha pendaratan tentara Belanda di Tanjungpinang setelah pertempuran selama 3 bulan. Meskipun enam bulan kemudian armada Belanda akhirnya berhasil mengalahkan Raja Haji Fisabillah hingga tewas dalam peperangan di Malaka namun keberanian dan masa pemerintahan Raja Haji Fisabilillah dikenang sebagai masa kejayaan Kesultanan Riau Lingga dengan pusat pemerintahannya di Pulau Penyengat yang hanya berjarak kurang dari 2 kilometer dari kota Tanjungpinang Pulau Bintan. Untuk mengenang kepahlawanan Raja Haji Fisabililah, di lokasi yang diyakini sebagai tempat prajurit-prajurit Melayu memukul mundur armada perang Belanda di Tanjungpinang beridiri monumen pahlawan nasional tersebut yang sangat indah dan menghadap Pulau Penyengat Indera Sakti sebutan buat pulau kecil di seberang kota Tanjungpinang tempat dahulu para raja-raja Kesultanan Riau Lingga memerintah dan para pujangga serta ahli bahasa Melayu mengembangkan sastra dan bahasa Melayu yang kelak menjadi bahasa nasional di Indonesia, Malaysia, Singapura dan Brunei. Sementara itu, untuk mengenang dan melestarikan Gurindam Duabelas karya Raja Ali Haji, sebagai pembuka setiap acara penting di provinsi Kepulauan Riau , senantiasa disenandungkanlah pasal-pasal Gurindam Duabelas oleh penyanyi pilihan dengan sikap khusuk.

MATA PENA MATA HATI RAJA ALI HAJI - THE MOVIE TRAILER

makam engku putri raja hamidah dan raja ali haji pulau penyengat tanjungpinang kepulauan riau

 JaLan Merdeka tempo DuLu


https://www.facebook.com/pages/TgPinang-PBINTAN/250911784931037

http://tgpinang-pbintan.blogspot.com/